Genjring Sidapurna

RIWAYAT GENJRING SIDAPURNA

Keberadaan Kesenian di Sidapurna dari fase Gembyung, Brai, Reog, sampai Genjring semenjak tahun 1720 M hingga kini. Tahun 1690 M, Buyut Kyai Akmaludin dan Buyut Kyai Ja’faruddin menetap di Sidapurna dengan mendirikan Pesantren/Padepokan. Akan tetapi ada sebuah cerita bahwa di tahun 1720 M Cirebon kehilangan 2 orang Pangeran yang meninggalkan keraton Kesepuhan dan kemudian menetap di sebuah Kampung yang tidak lain adalah Kampung Sidapurna dengan mendirikan sebuah Pondok Pesantren/Padepokan silat guna sebagai basis pergerakan melawan penjajah Belanda pada waktu itu.Penyusunan kekuatan para santri yang dilakukan oleh kedua Pangeran tersebut dengan istiqomah yang pada akhirnya meletuslah Pertempuran Kedondong tahun 1818. Terlepas dari penelitian dan para ahli sejarah Cirebon, serta diakui atau tidaknya keberadaan Sidapurna beserta keseniannya, namun darah seniman dan darah kepahlawanan terus mengalir hingga kepada beberapa generasi berikutnya. Dan orang-orang Sidapurna pun tidak ngaku-ngaku bahwa mereka adalah keturunan darah biru, akan tetapi yang terpenting bagi mereka adalah telah menyumbangkan pengabdianya terhadap Nusa, Bangsa, serta Agama keyakinan mereka, Islam selesai. Tidak sedikit kerabat Sidapurna yang telah gugur dalam masa Revolusi fisik dan pergolakan Politik tersebut sebagai tumbal atau karena fitnah belaka, seperti :

1.  KH. Tarmidi ( Galagamba )
2. KH. Abbas ( Plered )
3. K. Bunyamin ( Sidapurna )

Beliau adalah para Keluarga Besar Genjring Silat Sidapurna yang gugur sebagai tumbal perjuangan bangsa. Namun api semangat darah Kepahlawanan serta Jiwa besar para seniman Genjring ini terus mengalir hingga akhirnya pada tanggal 1 Januari 2001 di Proklamirkanlah nama Genjring Silat Tradisional “RAGA LIMA” Sidapurna. Dan terus berkembang dari para santri, murid2 SD/MI sampai kepada tingkat SLTP/SLTA juga kaum dewasa.
Seni Genjring Silat Sidapurna memang unik dan sangat menarik, karena didalam seni genjring tersebut terdapatlah ajaran ilmu silat Sidapurna. Artinya menyatu, saling berkaitan satu sama lainnya, dan tidak dapat terpisahkan.

SEJARAH RINGKAS PSPT “RAGA LIMA” SIDAPURNA

Sidapurna adalah nama dari sebuah Kampung yang terletak di Desa Kasugengan Kidul, Kecamatan Depok – Kabupaten Cirebon. Sekitar 16 KM arah barat kota Cirebon.
Di Kampung inilah terdapat Padepokan seni genjring silat yang telah berumur ratusan tahun. Kendati sering mengalami pasang surut, padepokan ini sesungguhnya tidak pernah pupus. Dirintis sejak 1918 oleh H. Abdul Rosyid, padepokan seni genjring silat Sidapurna telah mengalami berbagai fase. Paling tidak ada 2 fase genjring silat, yaitu fase Genjring Gembyung ( Gembyungan ) dan fase Genjring Rudat ( Rudatan ), dan pada fase2 ini unsur silat belum terasa dominan.
Masuknya unsur silat secara utuh kedalam seni genjring memiliki sejarah tersendiri yang erat kaitanya dengan sejarah perjuangan/perlawanan bersenjata rakyat sipil terhadap tentara pendudukan ( Penjajah Belanda ). Pada masa pra-kemerdekaan, rakyat Cirebon bergerak melakukan perlawanan2 terhadap tentara pendudukan Belanda secara operadis. Pribumi pemberontak Belanda menyusun kekuatannya melalui penyusupan kedalam padepokan2 kesenian tradisional, yang bertujuan agar tidak terlalu tampak kontras dalam pergerakan aktivitasnya. Dan diantaranya adalah seni genjring silat tradisional Sidapurnalah yang mereka jadikan basis penyusunan kekuatan para anti penjajahan sebagai bentuk perlawanan terhadap Belanda dengan motor penggerak adalah H.Abdurrahman.

Pada tahun 1942, Preseiden pertama RI Ir.Soekarno pernah mengundang kesenian ini ke Ibukota Jakarta untuk menyambut para pembesar Jepang di Hotel Des Indes ( sekarang komplek pertokoan Duta Merlin ). Pada event ini genjring silat yang kala itu dipimpin oleh H.Abdurrahman ( 1901-1965 ). Tidak lama berselang Susuhunan Sri Paku Alam VII dari Yogyakarta mengundang kesenian ini untuk tampil di Paku Alaman Yogyakarta. Pada kesempatan ini, Sri Paku Alam VII berkenan melakukan sumpah darahsebagai lambang iakatan persaudaraan antara rakyat Paku Alaman Yogyakarta dengan rakyat Cirebon denga cara menyayat lengannya menggunakan senjata tajam dihadapan pemimpin rombongan genjring silat Sidapurna ( H.Abdurrahman ).
Dalam perjalanan sejarahnya, seni genjring silat berkelana dari satu daerah ke daerah lainnya hampir seluruh pulau Jawa sudah disinggahi. Teristimewa kesenian ini populer di kalangan pesantren, sebab unsur Islam pada kesenian ini sangat kuat. Sejumlah pesantren di Jawa Tengah ( Pati ) dan Jawa Timur ( Jombang ) pernah disinggahi kesenian ini. Kesenian Genjring Silat Sidapurna mengalami masa surut setelah mangkatnyaH.Abdurrahman. Namun Alkhamdulillah masa surut ini segera disikapi oleh keturunannya yaitu H.Aslich Abdurrahman dan H.Rusdi Abdurrahman beserta yang lainnya para pendekar2 silat seperti M.Musa dan M.Muhajar seni genjring silat tradisional ini kembali pulih. Usaha yang tidak sia2, terbukti kesenian ini beberapa kali mewakili Kabupaten Cirebon untuk tampil pada pekan seni atau promosi seni tradisional Cirebon di sejumlah kota/daerah, antara lain di Gedung Sate dan GOR Saparua Bandung, di Taman Mini Indonesia Indah ( TMII ) Jakarta. dalam perkembangannya seni genjring silat terus melakukan perubahan2 disesuaikan dengan arus perubahan zaman. Hingga pada penghujung tahun Millenium 2, genjring silat Sidapurna melalui urun rebug para sesepuh dan pendukungnya memperluas aksesenya dengan mendirikan Perguruan Pencak Silat Tradisional “RAGA LIMA”.
Dengan melangkah pada pilihan ini, seni genjring silat tidak berarti hilang melainkan justru mendapatkan tambahan cakrawala. Sebab dengan berwujud sebagai perguruan Pencak Silat Tradisional, maka khasanah gerak pencak silat memungkinkan untuk dapat berbicara di tingkat yang lebih luas melalui media kompetisi yang diselenggarakan oleh Ikatan Pencak Silat Indonesia ( IPSI ). Nama Raga Lima sendiri merupakan perlambang bahwa perguruan pencak silat ini mengembangkan 5 aliran besar pencak silat Nusantara. Yaitu Cimande, Cikalong, Dermayon, Bogor dan Minangkabau. Aliran2 itu melebur jadi satu dalam terminologi “RAGA LIMA”. Dengan demikian antara seni genjring silat dan perguruan pencak silat tradisional Raga Lima Sidapurna berlaku filosofis : ” Genjring menghidupi Pencak Silat dan Pencak Silat menghidupi Genjring “.

LAHIR SEBAGAI PENENTANG BELANDA

Pada tahun 1720 Pemerintah Belanda membagi Cirebon menjadi 4 daerah Kesultanan, masing2 ; Kesepuhan, Kanoman, Keprabonan, dan Kacerbonan Otonomi. Ini dimaksudkan Belanda untuk keleluasaanya menggerakan Politik Adu Domba dan menguatkan imperialisnya. Belanda pada waktu itu mengagap ke-4 sultan hanyalah merupakan baret/simbol saja. Sebab sebagaimana pun bergulirnya roda pemerintahan diatur oleh Belanda sendiri.
Selama bertahun2 diperlakukan sebagai “kacung” oleh Belanda, sehingga membuat para sultan tersebut menjadi jengkel. Mulai melakukan pembelotan dan keluar dari keraton. Berani menentang kebijaksanaan2 yang dikeluarkan oleh pihak pemerintah Belanda. Bahkan mereka mendirikan padepokan2 atau peguron2 ( Agama dan Olah Kanuragan ) di daerah2 menepi. Diantara dua Bangsawan yang keluar dari keraton adalah Kyai Buyut Ja’farudin dan Kyai Buyut Akmaluddin. Konon seperti yang dituturkan oleh ahli riwayat Sidapurna, kedua pemuka keraton ini mendirikan perguruan Islam di Sidapurna. Dari kekuatan yang dimilikinya, berikut dengan murid2nya melancarkan serangkaian penyerangan terhadap Belanda. Alhasil ternyata tidak mampu menumbangkan kekuatan Belanda, yang pernah memberontak di tatar Cirebon pada tahun 1818.
Pada generasi berikutnya adalah KH. Tarmidzi ( Galagamba ), H. Abdurrahman ( Sidapurna ), Kyai Bunyamin ( Sidapurna ) dan H. Abbas ( Plered ). Sekawanan putra daerah ini mencoba menentang Belanda secara terselubung dengan mendirikan sebuah Grup Seni Genjring Silat. Konsepsional memang ubtuk tujuan politik, bergerilya bertopeng seni. Setelah pada pra-kemerdekaan, grup kesenian yang bernafaskan Islam ini mulai mekar. Padahal dalam era ini tatar Cirebon sedang kacau. Ternyata lima tahun berikutnya Belanda melancarkan Agresi Militer II tahun 1949 dikenal dengan aksi Polisionel di Plered. Akibat dari peristiwa itu dan karena hanya seorang diri, maka H. Abbas tidak mampu meladeni barisan kekuatan dari pihak tentara Belanda, beliau gugur sebagai pejuang bangsa dan syahid.

Terkesima

Sebenarnya genjring silat Sidapurna ini tergores dalam daftar keberhasilan membawa nama baik Kabupaten Cirebon. Pada warsa 40-an sebelum Indonesia memproklamirkan kemerdekaanya, Ir. Soekarno ( presiden pertama RI ) mengundang grup ini ke Jakarta untuk tampil menghibur para pembesar Jepang pada waktu itu. Beberapa pejabat dari Negeri Matahari Terbit sangat terkesima dengan gerakan2 silat Sidapurna yang masih asli/tradisional, dan mereka belum pernah melihat gerakan2 yang seperti silat Sidapurna pada waktu itu.
Dampak dari pementasan di Istana Negara tersebut, mendapat sebuah apresiasi. Adalah Sri Paku Alam VII meminta perkumpulan seni ini dipergelarkan di Paku Alaman Ngayogyakarto Hadiningrat. Dari dua pementasan itu merupakan penghargaan yang paling tinggi yang pernah silat Sidapurna dapatkan. Setidaknya secara psikologis sudah diakui eksistensinya dalam mengatraksikan kebolehannya. Pengalaman pun ikut bertambah seiring waktu berjalan, terlebih lagi sering kalinya menyumponi undangan pertunjukan di seluruh Jawa, sehingga dapat menaikan postur pada kancah seni pertunjukan kala itu.
Di wilayah Priangan ada beberapa daerah, di Jawa Timur dan Jawa Tengah merupakan sasaran dalam syiar Islam. Sebab pesantren di daerah tersebut acap kali meminta grup ini manggung. Dari perjalanannya naik turun panggung tersebut memperoleh perlakuan istimewa dari Dinas Pariwisata Kabupaten Cirebon, keberadaanya pun sangat diperhatikan. Kesempatan bergengsi untuk pentas pun diterima kembali oleh kelompok seni silat genjring Sidapurna, pada tahun 1981 tampil mewakili Kabupaten Cirebon guna memeriahkan Pembukaan Saresehan Pencak silat se-Jawa Barat di Gedung Sate, Bandung. Disusul pementasan berikutnya pada 1983 terjaring lagi mewakili Kabupaten Cirebon dalam Pekan seni Musik Tari Tradisional se-Jawa Barat yang bertempat di GOR Saparua, Bandung. Betapapun apa yang sudah pernah dikerjakan oleh Perkumpulan seni ini ialah sebuah prestasi yang patut dibanggakan. Genjring silat Sidapurna merupakan produk modifikasi dalam seni genjring yang pernah ada sebelumnya ( fase yang mendahului ) yakni Gembyung/Gembyungan dan Rudat. Namun demikian tidak melesat dari lalu lintas seni tradisional Cirebon, serta tidak mau melacur dengan kesenian modern. Dan juga tidak terdesak dari trotoar lalu-lalangnya jenis musik import. Wajahnya belum siap dibedaki sebagai topeng untuk peran di arena bursa seni dalam memperoleh keuntungan sebanyak2nya. Hingga sekarang dalam catatan komersil pun belum begitu banyak menempel pada pita rekaman. Boleh dikatakan belum mampu menggebrak selera audience, ucap H. Rusdi selaku pimpinan. Lho ko kenapa bisa begitu !???
Alasannya grup genjring ini masih mempertahankan Idealismenya. Laku tidak laku tetap saja eksis/berdiri pada pijakan seni tradisional. Konsekuensi ini datang dari para pendahulu seni genjring silat tradisional ini. Dengan susah payah mereka menegakkan perguruan seni genjring silat tersebut. Hingar bingarnya peperangan di zaman Belanda, kelompok ini harus tetap ada walaupun nyawa taruhannya. Untuk mereka dan genjring ini dikamuflasekan, tutur H. Abdurrahman.

Karsa Agung

Kelompok genjring berada di Sidapurna Desa Kasugengan Kidul, Kecamatan Depok. Menurut Mastira sebagai pelindungnya sekaligus Kades setempat pada masa itu. Adanya kreasi seni yang muncul dari warganya ini merupakan “karsa agung” yang Lahir dari dasar. Kemudian dipacu oleh sekelompok manusia2 yang “linuwih” serta memiliki kekuasaan sebagai simbolis. Salah satu contoh, Sunan Kali Jaga sang kreator wayang kulit yang diakui pula oleh para ahlinya. Bahkan masih terasa sampai sekarang, “Dus, selayaknya dikembangkan dan dilestarikan sebagai nilai luhur yang tetap memiliki identitas budaya ( kultur ) Cirebon. Kita perlu beronani dengan budaya asing, ” ujar Mastira.
Juga sama dengan jenis seni tradisional lainnya, kelompok genjring ini pun mempunyai aturan main, diantaranya :

  1. Rudat;dalam tahap ini gerakan tidak terlalu berlebihan. Hanya dalam posisi duduk dan bangun disertai tarian yang sekaligus Mengagungkan Asma Allah dan Rosul Nya.
  2. Kuntulan; para pemain membentuk konfigurasi barisan satu persatu dalam pencak silat.
  3. Tepak; jurus pencak silat diperagakan pula, namun hanya kembang2nya saja yang di iringi dengan irama khas tabokan genjring. Dan setiap gerakannya pun selalu tepat dengan bunyi hentakan bedug.
  4. Tarungan; boleh dibanggakan. Ini merupakan salah satu ciri khas dari grup genjring silat Sidapurna. Biasanya diperagakan oleh 2 orang atau lebih.
  5. Permainan tongkat; sebuah potert diri yang mendeskripsikan perjuangan revolusi fisik melawan penjajahan Belanda dan para anarkis Jepang yang hanya dengan mengandalkan sebuah Bambu Runcing.
  6. Silat Cerbonan; dalam permaian ini adala kombinasi dari beberapa aliran perguruan silat.

GENJRING SILAT SIDAPURNA PERPADUAN UNSUR PERANG ( DUNIA II ) DAN PUJIAN KITAB BARZANZI

cirebon adalah salah satu daerah di Jawa Barat yang cukup syarat dengan Kesenian Tradisionalnya. Beberapa diantaranya tercatat pernah kondang/beken di tlatah Nasional. Genjring Akrobat, Tarling, Topeng dan masih beberapa lagi yang sedang melakukan proses Mbangun/berdiri didalam kandungan seni yang ada di Cirebon.
Salah satu diantaranya adalah tercatat nama dari Genjring Silat Sidapurna. Kesenian ini dalam perkembangan, sekarang patut mendapat perhatian dari pencinta dan pengamat seni tradisional. Setidaknya ada dua alasan yang mendukung mengapa kesenian ini patut di garis bawahi. Pertama, kesenian ini sudah pernah mashur pada jamannya. Kedua, kelahirannya pada masa lampau memiliki nilai historis perjuangan tersendiri, perlawanan terhadap tentara penjajah Belanda. Kedua alasan tersebut menyadarkan kita untuk terus berupaya memeliharanya. Salah satunya adalah dengan memberikan apresiasi pada proses perkembangannya.

The URI to TrackBack this entry is: https://genjringsidapurna.wordpress.com/2011/01/07/genjring-sidapurna/trackback/

RSS feed for comments on this post.

One CommentTinggalkan komentar

  1. Hai, ini adalah sebuah komentar.
    Untuk menghapus sebuah komentar, cukup masuk log dan lihat komentar posting ‘, disana Anda akan memiliki opsi untuk menyunting atau menghapusnya.


Tinggalkan komentar